yaa habibi yaa Rasululloh

yaa habibi yaa Rasululloh

Rabu, 17 Juli 2013

LATAR BELAKANG LAHIRNYA "NU"


Beberapa  alasan yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926:


Motif Agama

Nahdlatul Ulama lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama Allah di Nusantara, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal tidak hanya menjajah nusantara, tapi juga menyebarkan agama Kristen-katolik dengan sangat gencarnya. Mereka membawa para misionaris-misionaris kristiani ke berbagai wilayah.   

 Motif Nasionalisme

NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. 
NU pimpinan Mbah Hasyim Asy’ari (sesepuh para Ulama Suni) sangat nasionalis.
Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya.
Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis. Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama(ANO) yang salah satu tokohnya adalah Muhammad Yusuf (KH M. Yusuf Hasyim -Pak Ud).
Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik, dikalangan pemuda muncul lasykar-lasykarHizbullah (Tentara Allah) dengan panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara 1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di  komandoi KH. Masykur.

Sejarah mencatat, meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.
Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Presiden Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang.
Melalui utusannya, Presiden Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Al-Qur’an. Sekali lagi, membela tanah air?”
Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH. Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Hasbullah pada 22 Oktober 1945.
Pada 23 Oktober 1945, Mbah Hasyim Asy’ari atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad.

Ada tiga point penting dalam Resolusi Jihad itu :
Pertama, setiap muslim – tua, muda, dan miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
 Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada.
Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati.

Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan dibolehkannya qashar salat). Di luar radius itu dianggap fardu kifayah (kewajiban kolektif, bukan fardu ain, kewajiban individu).


Fatwa jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio.
Keruan saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan mayoritas NU merasa terbakar semangatnya. Ribuan kiai dan santri dari berbagai daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya. Meletuslah peristiwa 10 November 1945 yang dikenang sebagai hari pahlawan.
Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur.

Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Perang tak terelakkan sampai akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas.


Motif Mempertahankan Faham Ahlussunnah wal Jamaah

NU lahir untuk membentengi umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap teguh pada ajaran IslamAhlussunnah wal Jamaah (mengikuti Sunnah Nabi, Sahabat, Tabi’in dan  para Ulama), sehingga tidak tergiur dengan ajaran-ajaran baru, diantaranya adalah sebagai berikut :

۞ kaum Khawarij dengan pemimpinnya Abdullah bin Abdul Wahab ar-Rasabi yang muncul di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a. yang berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, sehingga ciri khas mereka mudah menuduh orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan ajarannya sebagai kafir. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib pun dicap kafir karena dianggap berdosa besar mau menerima tawaran tahkim/perdamaian yang diajukan oleh pemberontak Muawiyyah r.a. 

۞ Kaum Syi’ah, lebih-lebih setelah munculnya sekte syi’ah Rafidah dan Ghulat. Tokoh pendiri Syi’ah adalah Abdullah bin Saba seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan menyebarkan ajaran Wishoya, bahwa kepemimpinan setelah Nabi adalah lewat wasiat Nabi saw. Dan yang mendapatkan wasiat adalah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Abu Bakar, Umar dan Utsman termasuk perampok jabatan. 

۞ Aliran Mu’tazilah yang didirikan oleh seorang tabi’in yang bernama Wasil bin Atho’, ciri ajaran ini adalah menafsirkan al-Qur’an dan kebenaran agama ukurannya adalah akal manusia, bahkan mereka berpendapat demi sebuah keadilan Allah harus menciptakan al-manzilah bainal manzilataini, yakni satu tempat di antara surga dan neraka sebagai tempat bagi orang-orang gila. 

۞ Faham Qodariyyah yang pendirinya adalah Ma’bad al-Juhaini dan Gailan ad-Damsyqi keduanya murid Wasil bin Atho’ dan keduanya dijatuhi hukuman mati oleh gubernur Irak dan Damaskus karena menyebarkan ajaran sesat (bid’ah), ciri ajarannya adalah manusia berkuasa penuh atas dunia ini, karena tugas Allah telah selesai dengan diciptakannya dunia, dan bertugas lagi nanti ketika kiamat datang. Karena menurut mereka semua yang dilakukan oleh manusia adalah kehendak manusia sendiri tanpa ada campur tangan Allah. 

۞ Aliran  Mujassimah atau kaum Hasyawiyyah ciri aliran ini adalah menganggap Allah mempunyai jisim sebagaimana mahluknya yang diawali dengan menafsirkan al-Qur’an secara lafdzy dan tidak menerima ta’wil, sehingga sehingga mengartikan yadullah adalah Tangan Allah. (Lihat Ibnu Hajar al-’Asqolani dalam Fathul Baari Juz XX hal. 494) … bahkan mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu ketika,kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.] 

۞ Ajaran-ajaran para Pembaharu Agama Islam (Wahabi-Salafi) Ajaran-ajaran para Pembaharu agama Islam ini dimulai dari Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M atau abad ke 7 – 8 H / 13 – 14 M, yakni 700 tahun setelah Nabi Wafat atau 500 tahun dari masa Imam Syafi’i). Beliau mengaku penganut madzhab Hanbali, tapi anehnya beliau justru menjadi orang pertama yang menentang sistem madzhab. Pemikirannya lalu dilanjutkan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziy. Aliran ini kemudian dikenal dengan nama aliran salafi-salafiyah yang mengaku memurnikan ajaran kembali ke al-Qur’an dan Hadits, tetapi disisi lain mereka justru mengingkari banyak hadits-hadits Shahih (inkarus sunnah). Mereka ingin memberantas bid’ah tetapi pemahaman tentang bid’ahnya melenceng dari makna bid’ah yang dikehendaki Rasulullah saw, yang dipahami oleh para sahabat dan para ulama salaf Ahlussunnah wal Jama’ah.
Mereka juga membangkitkan kembali penafsiran al-Qur’an-Sunnah secara lafdzy. Golongan Salafi ini percaya bahwa Al-Qur’an dan Sunnah hanya bisa diartikan secara tekstual (apa adanya teks) atau literal dan tidak ada arti majazi atau kiasan didalamnya. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi. Jika kita tidak dapat membedakan diantara keduanya maka kita akan menjumpai beberapa kontradiksi yang timbul didalam Al-Qur’an. Maka dari itu sangatlah penting untuk memahami masalah tersebut.

Dengan adanya keyakinan bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunnah hanya memiliki makna secara tekstual atau literal dan jauh dari makna Majazi atau kiasan ini, maka akibatnya mereka memberi sifat secara fisik kepada Allah swt.. (seperti Allah swt. mempunyai tangan, kaki, mata dan lain-lain seperti makhluk-Nya). Mereka juga mengatakan terdapat kursi yang sangat besar didalam ‘Arsy dimana Allah swt duduk (sehingga Dia membutuhkan ruangan atau tempat untuk duduk) diatasnya. Terdapat banyak masalah lainnya yang diartikan secara tekstual. Hal ini telah membuat banyak fitnah diantara ummat Islam, dan inilah yang paling pokok dari mereka yang membuat berbeda dari Madzhab yang lain.

Munculnya Muhammad bin Abdul Wahab di abad ke 12 H / 18 M, lahir di Ayibah lembah Najed (1115-1201 H/ 1703-1787 M) yang mengaku sebagai penerus ajaran Salafi Ibnu Taimiyyah dan kemudian mendirikan madzhab Wahabi. Ia pun mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaahkarena meneruskan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang diterjemahkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi sebagaimana pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya pun layaknya kaum Khawarij yang mudah mengkafirkan para ulama yang tidak sejalan dengan dia, bahkan sesama madzhab Hanbali pun ia mengkafirkanya. Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya:
Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepadaSyeikh Sulaiman bin Sahim seorang tokoh madzhab Hanbali, Muhamad Abdul Wahhab menuliskan: ‘Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan !….engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini !…engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!”
(Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 31).

Selasa, 16 Juli 2013

Syi'ir Tanpo Waton 'GUS DUR'



๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑


  Yaa rosulalloh salammunalaik .....
(Wahai utusan Allah, semoga keselamatan tetap padamu)

  Yaa rofi'asaani waddaaroji .....
(Wahai yang berbudi luhur dan bermartabat tinggi)

  Atfatayaji rotall aalami .....
(Rasa kasihmu wahai pemimpin tetangga)

Yauhailaljuu diwaalkaromi .....

(Wahai ahli dermawan dan pemurah hati)




Ngawiti ingsun nglaras syi'iran .....

(Kuawali dengan melantunkan syair)

Kelawan muji maring Pengeran .....

(Dengan memuji kepada Tuhan)

Kang paring rohmat lan kenikmatan .....

(Yang memberi rahmat dan kenikmatan)

Rino wengine tanpo pitungan 2X .....

(Siang dan malam tanpa perhitungan)




Duh bolo konco priyo wanito .....
(Wahai sahabat pria dan wanita)
Ojo mung ngaji syare'at bloko .....

(Jangan hanya mengaji hukum saja)

Gur pinter ndongeng nulis lan moco .....

(Hanya pandai bercerita, menulis dan membaca)

Tembe mburine bakal sengsoro 2X .....

(Akhirnya hanya akan sengsara)




Akeh kang apal Qur'an Haditse .....

(Banyak yang hafal Qur'an Haditsnya)

Seneng ngafirke marang liyane .....

(Suka mengkafirkan orang lain)

Kafire dewe gag digatekke .....

(Kekafirannya sendiri tak diperhatikan)

Yen isih kotor ati akale 2X .....

(Jika masih kotor hati akalnya)




Gampang kabujuk nafsu angkoro .....

(Mudah terbujuk nafsu angkara)

Ing pepaese gebyare ndunyo .....

(Dalam hiasan gemerlapnya dunia)

Iri lan meri sugihe tonggo .....

(Iri dan dengki kekayaan tetangga)

Mulo atine peteng lan nisto 2X .....

(Maka hatinya gelap dan nista)



Ayo sedulur jo nglaleake .....

(Mari saudara jangan lupakan)

Wajibe ngaji sak pranatane .....

(Kewajibannya mengaji lengkap aturannya)

Nggo ngandelake iman tauhide .....

(Untuk mempertebal iman tauhidnya)

Baguse sangu mulyo matine 2X .....

(Bagusnya bekal mulia matinya)




Kang aran sholeh bagus atine .....

(Yang disebut sholeh itu bagus hatinya)

Kerono mapan seri ngelmune .....

(Karena baik tingkat keilmuannya)

Laku thoriqot lan ma'rifate .....

(Menjalankan tarekat dan ma'rifatnya)

Ugo haqiqot manjing rasane 2 X .....

(Juga hakikat bersemayam di hatinya)




Al Qur'an Qodim wahyu minulyo .....

(Al Qur'an Qodim wahyu mulia)

Tanpo tinulis biso diwoco .....

(Tanpa tertulis bisa dibaca)

Iku wejangan guru waskito .....

(Itu petuah guru bijak)

Den tancepake ing jero dodo 2X .....

(Ditancapkan ke dalam dada)




Gumantil ati lan pikiran .....

(Melekat di hati dan pikiran)

Mrasuk ing badan kabeh jeroan .....

(Merasuk dalam badan dan seluruh hati)

Mu'jizat Rosul dadi pedoman .....

(Mujizat Rasul jadi pedoman)

Minongko dalan manjinge iman 2 X .....

(Sebagai sarana jalan masuknya iman)



Kelawan Alloh Kang Moho Suci .....

(Kepada Alloh Yang Maha Suci)

Kudu rangkulan rino lan wengi ......

(Harus mendekatkan diri siang dan malam)

Ditirakati diriyadohi .....

(Diusahakan dan dilatih sungguh-sungguh)

Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X .....

(Dzikir dan suluk jangan sampai lupa)




Uripe ayem rumongso aman .....

(Hidupnya tentram merasa aman)

Dununge roso tondo yen iman .....

(Itulah perasaan tandanya beriman)

Sabar narimo najan pas-pasan .....

(Sabar menerima meski pas-pasan)

Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X .....

(Semua adalah takdir dari Tuhan)



Kelawan konco dulur lan tonggo .....

(Terhadap teman, saudara dan tetangga)

Kang podho rukun ojo ndersilo .....

(Yang saling rukun jangan bertengkar)

Iku sunahe Rosul kang mulyo .....

(Itu sunnahnya Rosul yang mulia)

Nabi Muhammad panutan kito 2x .....

(Nabi Muhammad tauladan kita)




Ayo nglakoni sakabehane .....

(Mari lakukan semuanya)

Alloh kang bakal ngangkat drajate .....

(Allah yang akan mengangkat derajatnya)

Senajan asor toto dhohire .....

(Walaupun rendah secara lahiriah)

Ananging mulyo maqom drajate 2X .....

(Namun mulia kedudukan derajatnya di sisi Allah)




Lamun palastro ing pungkasane .....

(Ketika ajal telah datang di akhir hayatnya)

Ora kesasar roh lan sukmane .....

(Tidak tersesat roh dan sukmanya)

Den gadang Alloh swargo manggone .....

(Disayang Allah surga tempatnya)

Utuh mayite ugo ulese 2X .....

(Utuh jasadnya juga kain kafannya)


๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑๑۩۞۩๑

Kamis, 11 Juli 2013

MEMBACA 'Shadaqallahul 'azim' BUKAN BIDAH

HUKUM “SHADAQALLAHUL AZHIM” MENURUT WAHABI ITU BID’AH, BENARKAH DEMIKIAN ?

TAFSIR AL-BAGHAWI 4


Penganut paham Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najd (Wahabi) mengklaim bahwa ucapan tersebuat adalah bid’ah atau hal baru yang diada-adakan karena Rasulullah dan para sahabat serta salafus shalih tidak mengucapkannya.
Berikut diantara hujjah-hujjahnya.


فتوى رقم ( 3303 ) :
س: ما حكم قول (صدق الله العظيم) بعد الفراغ من قراءة القرآن؟s
ج: قول (صدق الله العظيم) بعد الانتهاء من قراءة القرآندعة؛ لأنه لم يفعله النبي صلى الله عليه وسلم، ولا الخلفاء الراشدون، ولا سائر الصحابة رضي الله عنهم، ولا أئمة السلف رحمهم الله، مع كثرة قراءتهم للقرآن، وعنايتهم ومعرفتهم بشأنه، فكان قول ذلك والتزامه عقب القراءة بدعة محدثة، وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: « من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد » (1) رواه البخاري ومسلم وقال: « من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد » (2) رواه مسلم .
وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم .

Pertanyaan: Apa hukum mengucapkan“Shadaqallahul ‘Adzim” setelah selesai membaca Al-Qur’an?

Jawaban: Ucapan “shadaqallahul ‘adzim” setelah membaca Al-Qur’an adalah bid’ah, karena Nabi shalallahu alaihi wa salam tidak pernah melakukannya, demikian juga para khulafa’ur rasyidin, seluruh sahabat dan para imam salafu shalih, padahal mereka banyak membaca Al-Qur’an, sangat memelihara dan mengetahui benar masalahnya. Jadi, mengucapkan dan mendawamkan pengucapannya setiap kali selesai membaca Al-Qur’an adalah perbuatan bid’ah yang diada-adakan. Telah diriwatkan dari Nabi shalallahu alaihi wa salam bahwa beliau bersabda,

« من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد » (1) رواه البخاري ومسلم

“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Dan Nabi bersabda,

« من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد » (2) رواه مسلم .

“Barangsiapa mengerjakan amalan yg tidak ada atasnya dalam urusan kami (dalam islam), maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Hanya Allah lah yang mampu memberi petunjuk. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu alaihi wa salam, keluarga dan para sahabatnya.

(Fatwa Al-Lajnah Da’imah, fatwa nomor 4303. Dinukil dari Fatwa-Fatwa Terkini)

Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya :

59 ـ هل من الصواب أن يقول المسلم‏:‏ ‏”‏صدق الله العظيم‏”‏ بعد قراءة القرآن وهل هي واردة‏؟‏
59 – Apakah dibenarkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan ‘shadaqallahul adzim’ setelah selesai membaca Al-Qur’an, apakah ada riwayat hadits yang menjelaskan perbuatan tersebut ?

Shalih Fauzan menjawab :


لم يرد أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ولا أحدًا من صحابته أو السلف الصالح كانوا يلتزمون بهذه الكلمة بعد الانتهاء من تلاوة القرآن‏.‏ فالتزامها دائمًا واعتبارها كأنها من أحكام التلاوة ومن لوازم تلاوة القرآن يعتبر بدعة ما أنزل به من سلطان‏.‏
Tidak terdapat riwayat baik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , salah seorang sahabat serta salafus shalih yang terbiasa mengucapkan kalimat ini setelah selesai membaca Al qur’an. Maka terus menerus membiasakan diri membaca kalimat ‘shadaqallahul adzim’ dan menjadikannya seolah-olah termasuk salah satu hukum dan kewajiban saat membaca Al Qur’an termasuk perkara bid’ah yang tidak ada keterangannya.

Wahabi salafi dan ulamanya andalannya adalah hadits berikut ini:

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (اقرأ) قال يا رسول الله كيف أقرأ عليك وعليك أنزل قال (إني أحب أن أسمعه من غيري )فقرأ حتى بلغ قوله تعالى : فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا قال له النبي ((حسبك)) قال ابن مسعود فالتفت إليه فإذ عيناه تذرفان

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepadaku, “Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab, “Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “(Sesungguhnya aku lebih senang mendengarkan dari orang lain yang membacakannya)”. Lalu aku membacakan [Surat An-Nisaa’] sampai pada ayat 41 (“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).”. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.
(HR. Bukhari)


Menurut pemahaman wahabi salafi mengenahi hadits tersebut karena Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al-Qur’an dengan kata “HASBUK”(cukup), dan tidak memerintahkan Ibnu Mas’ud membaca shadaqallahul’adzim. Astaghfirullahal azhim, sungguh dangkal pemahaman mereka ini.



BANTAHAN FATWA NOMOR 3010 DAN FATWA SHALIH AL-FAUZAN DIATAS SECARA ILMIAH SBB:


Mengucapkan Shadaqallahul Azhim adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sbb:
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS, Ali Imran: 95)


وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Al-Ahzab: 22)

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ucapan Shadaqallahul Azhim sbb:

Terdapat dua ayat di dalam Al-Qur’an yang menyebut harta dan anak sebagai fitnah, yaitu surah Al-Anfal ayat 28 dan surah At-Taghabun ayat 15, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”. Perbedaannya: pada surah Al-Anfal, Allah menggunakan redaksi pemberitahuan “ketahuilah”, sedangkan pada surah At-Taghabun menggunakan redaksi penegasan “sesungguhnya”. Namun ungkapan yang mengakhiri kedua ayat tersebut sama, yaitu “di sisi Allah-lah pahala yang besar”. Sehingga bisa dipahami bahwa fitnah harta dan anak bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt. Dan makna yang kedua itulah yang dikehendaki oleh Allah, sehingga Allah mengingatkannya di akhir ayat yang berbicara tentang fitnah anak dan harta “dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”.

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.”. (QS. At-Taghabun: 15)

Disinilah awal sebuah riwayat sebagai BANTAHAN atas klaim kebenaran keyakinan wahabi bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkan “SHADAQALLAHUL AZHIM”,
Sementara dalam Kitab-kitab Tafsir menjelaskan sbb:
1.         Dalam tafsir Al-Baghowi mengenahi QS. At-Taghobun: 14 sbb:


عن عبد الله بن بريدة قال سمعت أبي بريدة يقول : كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يخطبنا ، فجاء الحسن والحسين وعليهما قميصان أحمران يمشيان ويعثران ، فنزل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – من المنبر ، فحملهما فوضعهما بين يديه ، ثم قال : ” صدق الله : إنما أموالكم وأولادكم فتنة ، نظرت إلى هذين الصبيين يمشيان ويعثران ، فلم أصبر حتى قطعت حديثي ورفعتهما ” .

Dari Abdulloh bin Boraidah berkata aku mendengar Abu Buraidah (bapaknya) ia berkata, ‘Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami, maka datanglah Hasan dan Husain yang keduanya memakai baju merah dan keduanya berjalan dan terjatuh. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar dan mengambilnya ke pangkuannya kemudian bersabda, “Maham Benar Allah (SHADAQALLAH) “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak kamu itu merupakan fitnah.” Aku melihat dua anak-anak ini berjalan dan jatuh menyebabkan aku hilang sabar dan terus memotong ucapanku dan mengangkatkan kedua-duanya.

2.         Dalam tafsir Al-Qurthubi sbb:

روى الترمذي وغيره عن عبد الله بن بريدة عن أبيه قال : رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يخطب ; فجاء الحسن والحسين – عليهما السلام – وعليهما قميصان أحمران ، يمشيان ويعثران ; فنزل صلى الله عليه وسلم فحملهما بين يديه ، ثم قال : ” صدق الله عز وجل ( إنما أموالكم وأولادكم فتنة ) . نظرت إلى هذين الصبيين يمشيان ويعثران فلم أصبر حتى قطعت حديثي ورفعتهما ” ثم أخذ في خطبته .

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya dari Abdulloh bin Buraidah berkata dari bapaknya ia berkata, ‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, maka datanglah Hasan dan Husain -semoga keselamatan bagi keduanya- yang keduanya memakai baju merah dan keduanya berjalan dan terjatuh. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar dan mengambilnya ke pangkuannya kemudian bersabda, “Maham Benar Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi (SHADAQALLAH ‘AZZA WA JALLA) “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak kamu itu merupakan fitnah.” Aku melihat dua anak-anak ini berjalan dan jatuh menyebabkan aku hilang sabar dan terus memotong ucapanku dan mengangkatkan kedua-duanya.

3.         Dalam tafsir Ibnu Katsir sbb:


وقال الإمام أحمد : حدثنا زيد بن الحباب ، حدثني حسين بن واقد ، حدثني عبد الله بن بريدة ، سمعت أبي بريدة يقول : كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يخطب ، فجاء الحسن والحسين رضي الله عنهما ، عليهما قميصان أحمران يمشيان ويعثران ، فنزل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – من المنبر فحملهما فوضعهما بين يديه ، ثم قال : ” صدق الله ورسوله ، إنما أموالكم وأولادكم فتنة ، نظرت إلى هذين الصبيين يمشيان ويعثران فلم أصبر حتى قطعت حديثي ورفعتهما ” .

Imam Ahmad berkata, telah berkata kepada kami Zaid bi Al-Habba, telah berkata kepadaku Husain Bin Waqid, telah berkata kepadaku Abdullah bin Buraidah berkata, ‘aku mendengar dari Abu Buraidah (Bapaknya) ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, tiba-tiba datang Hasan dan Husin -semoga keselamatan bagi keduanya- yang keduanya memakai baju merah dan keduanya berjalan dan terjatuh. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar dan mengambilnya ke pangkuannya kemudian bersabda, “Maham Benar Allah dan (Maha Benar) Rasul-Nya (SHADAQALLAH WA RASULUH) “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak kamu itu merupakan fitnah.” Aku melihat dua anak-anak ini berjalan dan jatuh menyebabkan aku hilang sabar dan terus memotong ucapanku dan mengangkatkan kedua-duanya.


ففي الجامع لأحكام القرءان، – للقرطبي ، الجزء 1 ، باب ما يلزم قارئ القرآن وحامله من تعظيم القرءان وحرمته: قال الترمذي الحكيم أبو عبد الله في نوادر الأصول: ” فمن حرمة القرءان ألا يمسه إلا طاهرا…..ومن حرمته إذا انتهت قراءته أن يصدق ربه، ويشهد بالبلاغ لرسوله صلى الله عليه وسلم، ويشهد على ذلك أنه حق، فيقول: صدقت ربنا وبلغت رسلك، ونحن على ذلك من الشاهدين اللهم اجعلنا من شهداء الحق، القائمين بالقسط ثم يدعو بدعوات.

Dan disebut al-Qurtubi didalam tafsirnya juz 1 (mukaddimahnya) bab apa yg harus dilazimkan (dibiasakan) oleh pembaca dan pembawa al-Qur’an sebagai bentuk mengagungan dan penghormatan, dan didalam kitab Al-Jami’  Li Ahkam Al-Qur’an yg termasuk dari menghormati Al-Qur’an adalah tidak memegangnya kecuali dalam keadaan suci (dari hadats besar atau hadats kecil) dan termasuk penghormatan ketika selesai membaca Al-Qur’an berkata At-Tirmizi dan Al-Hakim agar membenarkan Tuhannya, mengucapkan sadaqallahul ‘azhim’ atau ungkapan yg sama maknanya. Dan penyaksian peyampaian kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Contoh berkata bermaksud: Benarlah Allah Yang Maha Agung dan rasul-Nya yang mulia telah menyampaikan). Dan kami menjadi saksi atas hal itu, “Ya Allah, jadikanlah kami sebagai saksi yg benar (haq), yg berpegang teguh pada keadilan, kemudian menyeru dengan do’a-do’a ini.

Wallahu a’lam bish-Shawab

Selasa, 09 Juli 2013

SUNAH JENGGOT

TIDAK CUKUP DENGAN BERJENGGOT UNTUK DAPAT SORGA

____________________________________


"Hakekat Sunah"

Salah seorang dari mereka mengatakan bahwa "aswaja adalah pencela sunnah Rasulullah dan para ulama"

Aswaja hanyalah singkatan dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah jadi jika ada seseorang yang mengaku aswaja maka tentu dia tidak akan mencela sunnah Rasulullah maupun mencela ulama.

Contohnya jika seseorang aswaja menyebut-nyebut seputar berjenggot bukan berarti mencela sunnah Rasulullah maupun mencela ulama yang berjenggot.

Para Sahabat pun menyebut-nyebut seputar berjenggot ketika mereka menanyakan orang-orang seperti seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi yang berjenggot

Hal tersebut dapat kita ketahui dalam riwayat yang termuat pada Syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 ketika menjelaskan tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi atau khawarij sbb:

“Dengan sedikit keraguan, Khalid bin Walīd bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”
-Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali Imran :31)
- Khalid bin Walid bertanya: “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
- Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.
( Syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 )




Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa ibadah kepada Allah ta’ala yang dilaksanakan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi atau khawarij tidaklah cukup jika tidak menimbulkan ke-sholeh-an seperti bersikap ramah, penuh kasih, mencintai orang-orang miskin dan papa, lemah lembut penuh perhatian dan mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi mereka.

Intinya adalah jika kita menjalankan sunnah Rasulullah seperti berjenggot, seharusnyalah terwujud akhlakul karimah. Hal tersebut serupa dengan sebuah nasehat yakni;
"Janganlah jenggotmu menutup mata hatimu dan janganpula matamu tidak terbuka seperti mata kakimu untuk melihat atau peduli dengan sekelilingmu".

Orang-orang seperti seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni orang-orang yang pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) yang disebut juga dengan khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul suatu sekte/ firqoh/ kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”.
(HR Muslim 1773)

“Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” mempunyai makna majaz yakni maknanya sholat mereka tidak sampai ke hati. Sholatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sehingga mereka semakin jauh dari Allah ta’ala

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya”
(diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)

Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut :45).

Orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi atau khawarij karena pemahaman mereka telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah.

Semboyan kaum khawarij pada waktu itu adalah “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah. Sayyidina Ali ra menanggapi semboyan tersebut berkata , “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).

Kaum khawarij salah memahami firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maa’idah: 44).
Kesalahpahaman kaum khawarij sehingga berkeyakinan bahwa Imam Sayyidina Ali ra telah kafir dan berakibat mereka memberontak kepada Sayyidina Ali ra

Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena ilmunya yang dangkal (pemahamannya tidak melampaui tenggorokannya) , sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (gahzwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatas namakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi atau khawarij suka mempergunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang kaum muslim

Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.
[Lihat: kitab Sohih Bukhari jilid:4 halaman:197]

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikatakan sebagai “mereka yang membaca Al Qur’an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan” (HR Muslim 1762)

“Tidak melewati kerongkongan” mempunyai makna majaz yakni maknanya "tidak sampai ke hati”. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak menjadikan mereka berakhlakul karimah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“

Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui ayat-ayat-Nya qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya. Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubungannya dengan Allah ta’ala semakin dekat sehingga meraih maqom disisiNya.

Sebagaimana diperibahasakan oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.

Jadi kalau ada yang memahami Al Qur'an dan As Sunnah dan mengamalkannya namun tidak menjadikannya berakhlakul karimah atau tidak menjadikannya sholeh maka kemungkinan besar adalah salah dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah atau salah mengikuti atau meneladani ulama atau gurunya.

Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam “Musllim yang bagaimana yang paling baik ?”
“Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu aliahi wasallam bersabda “Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)




Berikut adalah beberapa pesan dari Sayyidina Umar ra :
“Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti imannya belum bermanfaat. Tiga perkara tersebut adalah:
1. Santun ketika mengingatkan orang lain;
2. Wara yang menjauhkannya dari hal-hal yang haram / terlarang;
3. dan akhlak mulia dalam bermasyarakat (bergaul)“.

“Yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah bangga terhadap pendapatnya sendiri. Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang cerdas sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan bahwa dirinya pasti masuk surga, dia akan masuk neraka“

“Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara / bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“

“Jangan sampai kalian tertipu oleh puasa dan sholat seseorang. Tetapi perhatikan kejujuran, amanah dan waranya“

“Nilai seseorang dilihat dari agamanya. Dasarnya adalah akal dan wibawanya terletak pada akhlak“

Kesimpulannya adalah ketaatan kepada Allah ta’ala tidak sempurna jika tidak menimbulkan ke-sholehan sosial...

Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”
(HR Bukhari 5552, HR Muslim 4685)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).


________________________

Selasa, 02 Juli 2013

Identifikasi "AHLUSSUNAH WALJAMAAH"







Sebenarnya konsep Aswaja ini telah mapan di kalangan ulama dahulu yang semestinya saat ini tidak memerlukan perdebatan panjang mengenai siapa yang disebut kelompok Aswaja itu. Hanya saja umat Islam perlu memahami kembali akidah Aswaja dalam konteks sekarang ini dengan tujuan untuk lebih memantapkan pemahaman kita terhadap akidah, pemikiran dan tantangannya. Hal ini penting, sebab bisa terjadi seseorang mengaku Sunni, tetapi di luar pengetahuannya ia sebenarnya bukan pengikut Sunni sejati.

Identitas sebagai kelompok Sunni terkadang diperebutkan, terkadang pula disempitkan konsepnya. Identitas ini diperebutkan, sebab kelompok ini yang disebut para ulama dahulu sebagai kelompok yang setia memegang ajaran Islam. Karena pandangan yang terlalu rigid dan sentimen kepada kelompok lain, sehingga konsep Aswaja kadang dipersempit untuk ‘jama’ah’-nya sendiri.

Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa, golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah) adalah golongan yang disebut oleh Nabi Muhammad SAW dengan sebutan al-jama’ah. Dalam riset para mutakallimun (teolog Islam) terdahulu menyimpulkan bahwa kelompok al-jama’ah ini-lah yang disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ciri, ideologi, dan ajaran-ajarannya sangat tepat disematkan kepada kelompok Aswaja ini, daripada kelompok-kelompok (firqah) lainnya.

Perbedaan di antara kaum muslimin itu sesuatu yang wajar, akan tetapi penyimpangan akidah itu yang tidak boleh dibiarkan. Sebab, semua ulama’ Ahlus Sunnah sepakat dalam perkara-perkara ushul,tapi berbeda dalam furu’. Mereka diperboleh berbeda dalam urusan fiqhiyyah tapi tidak bisa didiamkan jika berdebat dalam urusan ‘aqa’idiyyah (Mafhum Ahlus Sunnah, hal. 25). Oleh sebab itu, seorang Sunni tidak membesar-besarkan urusan furu’iyyah.

Membesar-besarkan persoalan yang tidak prinsipil –agar umat Islam terpecah-pecah– adalah salah satu agenda orientalis, sebagaimana diakui sendiri oleh tokohnya Montgomery Watt (Jurnal Islamia no 3 Desember:2005 hal. 14). Jika umat Islam berselisih, akan mudah untuk ditaklukkan oleh Orientalis.

Berkenaan dengan klaim Ahlus Sunnah, kita harus mengkoreksi diri secara jujur dan ilmiah (merujuk pada ulama'-ulama' mujtahid yang diakui dan disepakati oleh ijma'). Apakah termasuk Ahlus Sunnah wal Jamaah atau bukan, apakah telah menjadi seorang Sunni yang baik atau fasiq.

Secara sederhana, parameter ke-Ahlus Sunnah wal Jamaah-an seseorang dapat dilihat dari komitmennya pada Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Keistiqamahan mengikuti parameter ini diwujudkan dengan menganut kepada salah satu Imam madzhab empat yaitu Imam Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi. Di luar itu, bukan termasuk pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah. Oleh karenanya patutlah kita memegang erat-erat akidah ini, lebih-lebih saat ini yang semakin banyak muncul aliran-aliran sempalan.

Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi SAW, bahwa umat Islam kelak akan terpecah menjadi 73 golongan, kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan dan Nasrani terpecah belah menjadi 72 golongan. Di antara 73 golongan tersebut hanya satu yang selamat yaitu golongan al-jamaah (HR. Turmudzi, abu Dawud, dan Ahmad).
Hadis ini selain shahih juga mutawatir. Syaikh Abdul Qahir al-Baghdadi menyebut bahwa hadis iftiraq ini diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti Anas bin Malik, Abu Huroiroh, Abu Darda’, Jabir, Abu Said al-Khudri, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Umar bin Ash dan para Khulafa al-Rasyidun juga meriwayatkan hadis ini. Golongan al-Jama’ah inilah yang saat ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa golongan yang selamat al-Firqah al-Najiyah adalah mereka yang mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Kemudian Rasulullah SAW memberi petunjuk bahwa golongan yang selamat ini adalah golongan yang terbanyak (al-Sawad al-‘Adzam). Dan hingga sekarang Ahlus Sunnah wal Jamaah menjadi golongan terbanyak. Jumlah pengikut Sunni mendominasi semua negara-negara muslim di dunia, terkecuali Iran dan Irak yang mayoritas penduduknya penganut Syiah.

Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW menyebut akan datang golongan dari umatnya yang perbuatannya sangat bertentangan dengan ajarannya. Seikh Abdul Qahir Al-Baghdadi dalam Al-Farqu Bayna al-Firaq mengidentifikasi, bahwa umumnya golongan sesat di luar Ahlus Sunnah wal Jama'ah selalu mencaci sahabat. Misalnya, Qadariyah mencerca sahabat Ibnu Mas’ud dan mencaci fatwa Umar, Ali dan Usman disebabkan fatwa-fatwa dan hadis yang diriwayatkannya bertentangan degan akidah Qadariyah terutama dalam masalah takdir.

Golongan Khawarij mengkafirkan Ali, kedua putranya (Hasan dan Husein), Ibnu Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, Usman, ‘Aisyah, Talhah dan Zubeir. Bahkan Syi’ah mengkafirkan hampir semua sahabat kecuali Ali, Hasan, Husein, Salman al-Farisi, Migdad, dan Abu Dzar al-Ghifari. Sementara firqah lainnya seperti Jahmiyah, Najjariyah dan Bakariyah juga menentang pendapat beberapa sahabat.
Hal ini berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para Ulama’nya sepakat bahwa semua sahabat adalah adil. Mereka selalu mengikuti jalan Rasulullah SAW. Dalam suatu hadis disebutkan salah satu ciri golongan yang selamat adalah konsisten mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan sahabatnya. Di antara ciri-ciri yang lain al-firqah al-najiyah yang disebut al-Baghdadi di antaranya adalah:

- Mengakui dan mengimani sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya.
- Mengakui dan mengimani bahwa nabi Muhammad SAW sebagai Nabi-Nya.
- Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah SWT dan bukan makhluk seperti anggapan muktazilah, orientalis dan Islam Liberal.
- Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur'an yang benar adalah Mushaf Utsmaniy, yaitu Al-Qur'an yang ada di tangan umat Islam ini, bukan Al-Qur'an Fathimah sebagaimana diyakini Syi'ah dan bukan pula Tadzkirah (Al-Qur'an yang diyakini agama Ahmadiyah).
- Tidak menambah, mengurangi, merobah atau memalsukan Al-Qur'an atau membuat Al-Qur'an sendiri.
- Menerima dan mengakui serta menjadikan hadis Nabi SAW, sebagai landasan hukum yang kedua setelah Al-Qur'an dan tidak pula mengingkari.
- Mengimani dan mempercayai bahwa Rukun Islam yang benar ada lima dan menolak segala bentuk Rukun Islam buatan manusia.
- Mengimani dan meyakini bahwa Rukun Iman yang benar ada enam dan menolak segala bentuk Rukun Iman palsu.
- Mengimani dan meyakini bahwa ibadah Haji umat Islam adalah di Baitullah (Ka'bah) Makkah al-Mukarramah. Dan menolak segala anggapan yang mengatakan bahwa tempat Ibadah Haji selain diMakkah adalah di Qum (Teheran Iran), di Lahore (India) dan tempat-tempat lainnya.
- Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang patut bagi kebesaran-Nya, dan menolak segala anggapan yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak mempunyai sifat dan nama-nama. Dan bahkan ada di antara mereka yang mengharamkan membaca sifat-sifat Allah SWT.
- Mengimani dan meyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir penutup para nabi dan rasul dan menolak semua nabi-nabi palsu.
- Mencintai dan menghormati keluarga Nabi SAW (Ahlul Bait) secara wajar dan proposional.
- Mencintai dan menghormati sahabat Nabi SAW termasuk kepada Khalifah yang empat secara wajar, tidak berlebihan dan tidak membenci salah satu di antara mereka dan mengkultuskan yang lainnya.
- Mengimani dan mempercayai bahwa Rasulullah SAW, Isra' dan Mi'raj dengan jasad dan ruh.
- Mengimani dan meyakini adanya siksa dan nikmat kubur.
- Mengimani dan meyakini adanya hari kebangkitan.
- Mengimani dan meyakini adanya Shirat (sebuah jembatan atau titian yang melintang di atas neraka Jahannam). Dan menolak segala anggapan kaum orientalis, sekularis, Islam Liberal yang mengatakan bahwa Shirat itu tidak ada.
- Mengimani dan meyakini adanya Mizan (Timbangan amal manusia di akhirat kelak).
- Mengimani dan meyakini ada dan telah adanya surga dan neraka, serta menolak anggapan muktazilah yang mengatakan bahwa surga dan neraka tidak ada dan tidak akan pernah ada.
- Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga di akhirat kelak.
- Mengimani dan meyakini bahwa umat Islam dari umat Nabi Muhammad SAW bila telah meninggal dunia masih mendapat manfaat dari amal perbuatannya semasa hidup. Sementara, orang yang masih hidup menghadiahkan pahala kepada yang telah meninggal adalah masalah yang menjadi perdebatan Ahlus Sunnah.
- Tidak membuat syari'at atau ajaran agama sendiri dengan mengatasnamakan Islam, dan menjadikan pemimpin alirannya sebagai nabi atau mempunyai otoritas kenabian atau bahkan menganggapnya mempunyai otoritas ketuhanan.

Secara garis besar, kelompok Aswaja dibagi menjadi tiga kelompok besar, Yaitu :
al-Atsariyyah, al-‘Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Imam al-Safarini mengatakan bahwa pemimpin kelompok Al-Atsariyyah ini adalah Imam Ahmad bin Hambal. Al-‘Asyariyah dipimpin oleh Imam Abu Hasan al-‘Asyari, dan al-Maturidiyyah imamnya adalah Abu Mansur al-Maturidi (Mafhum Ahlus Sunnah, hal. 39-40).

Sebagai al-firqah al-Najiyah, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak stagnan pada konsep-konsep teologis. Tapi, Ahlus Sunnah secara dinamis berjalan sebagai ajaran murni yang berkembang sesuai tantangan dan bidang-bidang furu’iyah. Hal inilah yang menyebabkan Ulama’ Ahlu Sunnah terbagi menjadi beberapa macam sesuai dengan bidang dan tantangan yang dihadapi. Mereka terbagi dalam beberapa bidang kajian, di antaranya adalah:

Ulama yang menekuni bidang tauhid, nubuwah, hukum-hukum akhirat (ancaman, pahala dan siksa). Mereka juga menekuni ilmu Kalam yang murni dari kesesatan.
Para ahli fikih dan hadis, di antaranya Imam Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, Imam Auza’I dan Imam Sofyan al-Tsauri.
Ulama’ yang menekuni Ilmu sanad hadis dan menimbang antara hadis shahih dan tidak shahih.
Ulama’ yang khusus menekuni bidang gramatika Bahasa Arab dan Sastra seperti Imam Sibawaih, Khalil bin Ahmad, Abu Umar bin al-‘Ala, Imam Fara’ dan al-Akhfash.
Ulama’ yang ahli ilmu baca al-Qur’an dan tafsirnya, seperti Ibnu Katsir, Imam Qurtubi, Imam Hafs, Imam Ashim dan lain-lain.
Para ahli tasawuf dan mendalami ilmu hati dan akhlak seperti al-Ghazali, Imam Junaid, Abdul Qadir al-Jailani dan lain-lain.
Para ulama’ yang konsern terhadap jihad membela kaum muslimin.

Mereka semua adalah berakidah Ahlus Sunnah. Hanya saja, bidang kajian mereka berbeda-beda. Para ulama’ tersebut di atas berbeda dalam hal masalah furu’iyah dan semuanya mempunyai pandangan satu dalam bidang ushul (akidah) sebab mereka beriltizam (komitmen) terhadap al-Qur’an, Hadis, Ijma dan Qiyas. Karena ini adalah prinsip yang terpelihara.

Berkenaan dengan itu, ke- Ahlus Sunnah wal Jamaah-an seseorang tidak selalu identik dengan keanggotaannya pada suatu kelompok, golongan dan organisasi tertentu. Memang banyak organisasi yang menyatakan diri sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tetapi, hal itu bukanlah berarti seseorang yang tidak masuk organisasi itu kemudian secara otomatis dan pasti diklaim sebagai bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sebaliknya tidak semua yang masuk ke dalam organisasi itu, otomatis menjadi seorang Ahlus Sunnah wal Jamaah yang seratus persen baik.