yaa habibi yaa Rasululloh

yaa habibi yaa Rasululloh

Jumat, 28 Juni 2013

MENYENTUH MUSHAF AL-QURAN TANPA WUDHU

BOLEHKAH MENYENTUH MUSHAF AL-QURAN TANPA WUDHU



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang kita menemukan adanya perbedaan pendapat di tengah masyarakat tentang hukum menyentuh mushaf Al-Quran. Sebagian berpendapat bahwa menyentuh mushaf itu harus dalam keadaan suci dari hadats kecil dan juga hadats besar. Artinya harus berwudhu' dulu baru boleh sentuh mushaf Al-Quran.

Sementara sebagian lagi dari masyarakat kita punya kecenderungan untuk membolehkan orang yang tidak punya wudhu' untuk menyentuh mushaf.


A. Khilafiyah Kalangan Mujtahid

Sebenarnya masalah ini bukan sekedar perbedaan pendapat di tengah masyarakat awam kita, namun sudah sejak masa salaf dulu kita menemukan perbedaan pendapat ini, yang menjadi diskusi menarik para ahli ilmu, mujtahid dan fuqaha'.

Peta sederhananya adalah bahwa jumhur ulama mewajibkan wudhu, namun ada mazhab Dzhahiri yang membolehkan.

1. Jumhur Ulama : Harus Suci Dari Hadats Kecil

Kalau kita buka literatur kitab-kitab fiqih klasik, memang kita akan dapati bahwa ternyata jumhur (mayoritas) ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats kecil. Dalam kata lain, haram menyentuh mushaf bila tidak punya wudhu'.

Di kalangan para shahabat Nabi SAW ada begitu banyak ulama yang mengharamkan kita menyentuh mushaf kecuali bila kita suci dari hadats. Di antara mereka yang mengharamkan adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Sa'ad bin Abi Waqqash ridhwanullahi 'alaihim ajmain.

Sedangkan di kalangan tabi'in dan generasi berikutnya adalah Said bin Zaid, Atha', Az-Zuhri, Ibrahim An-Nakha'i, Hammad, dan yang lainnya.

Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang dalam keadaan hadats kecil, untuk menyentuh mushaf meski pun dengan alas atau batang lidi.

Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung, namun bila dengan menggunakan alas atau batang lidi hukumnya boleh. Syaratnya alas atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis.

> Dasar yang umumnya digunakan adalah ayat berikut ini :

لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ المـُطَهَّرُون


Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. (QS. Al-Waqi’ah : 79)

> Selain itu juga ada dalil keharammnya dari hadits Rasulullah SAW berikut ini :

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لاَ يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci”.
(HR. Malik).

Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa keharaman menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil ini sudah menjadi pendapat jumhur ulama yang didukung 4 mazhab utama. Artinya, tidak ada khilafiyah di antara keempat mazhab itu tentang haramnya seorang yang berhadats kecil untuk menyentuh mushaf.

2. Mazhab Ad-Dhzahiri : Membolehkan

Ibnu Qudamah menegaskan bahwa satu-satunya mazhab yang membolehkan orang yang berhadats menyentuh mushaf Al-Quran adalah mahzah Adz-Dhzahiri.

Dalam pandangan mazhab ini yang diharamkan menyentuh mushaf hanyalah orang yang berhadats besar sedangkan yang berhadats kecil tidak diharamkan.

Sedangkan di kalangan shahabat, di antara mereka yang membolehkan menyentuh mushaf tanpa wudhu adalah pendapat Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahuanhu.

B. Studi Kritis Atas Tafsir Ayat Al-Quran

Salah satu titik krusial perbedaan pendapat ini adalah masalah ayat Al-Quran yang dijadikan dalil, yaitu ayat ke-79 dari surat Al-Waqi'ah di atas :

لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ المـُطَهَّرُون

Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. (QS. Al-Waqi’ah : 79)

Kalau kita buka kitab tasifr klasik, memang kita menemukan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dibicarakan dalam ayat ini.

Dalam kitab Al-Jami' li Ahkamil Quran karya Al-Imam Al-Qurthubi disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat pada dua hal. Pertama, apakah kata 'menyentuh' disini maksudnya menyentuh secara fisik atau secara kiasan. Kedua, siapa yang dimaksud dengan 'al-muthahhrun' dalam ayat ini, orang yang tidak berhadats kah atau para malaikat?

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan 'al-muthahhrun' disini bukan orang yang suci dari hadats, tetapi para malaikat. Dan objek yang tidak disentuh itu bukan mushaf Al-Quran yang kita kenal, melainkan Al-Quran yang ada di Lauhil Mahfudz di atas langit sana.

Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah Anas, Said bin Jubair, Qatadah, Abu Al-'Aliyah dan Ibnu Zaid.

Namun sebagian ulama menyebutkan bahwa dalam menafsirkan ayat Al-Quran memang bisa saja dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan zahir dan pendekatan kiasan. Hanya saja, kalau ayat Al-Quran masih bisa ditafsirkan apa adanya lewat pendekatan zahir, tidak boleh langsung ditafsirkan lewat pendekatan kiasan. Oleh karena itu menurut pendapat ini, yang lebih tepat menafsirkan ayat ini dengan pendekatan zahir apa adanya, tidak dikiaskan kepada hal yang lain.
Jadi di sunah-kan untuk ber-wudhu...

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar